Menu

Monday, December 3, 2018

Kolaborasi dan Sinergi dalam Mewujudkan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat yang Berkelanjutan


Whats Up broooo???

Welcome back in my blog….

Mau cerita sedikit tentang pengalaman beberapa bulan yang lalu, tepatnya bulan September 2018 kemarin. Saya diminta untuk menjadi notulen dalam sebuah acara seminar yang membahas mengenai kelapa sawit di Indonesia dengan berbagai problemnya. Acara ini adalah Seminar Nasional Kelapa Sawit dengan tema “Kolaborasi dan Sinergi dalam Mewujudkan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat yang Berkelanjutan” yang di akomodir oleh APKASINDO provinsi Riau.

Jujur saja, saya memang belajar mengenai tanaman sawit, bisa bersekolah juga karena adanya bantuan dari tanaman sawit namun dulu saya kurang mempelajari masalah-masalah sawit hingga saya meneruskan pendidikan di universitas. Ternyata permasalahan sawit sangat kompleks. Terutama banyaknya black campaign yang ingin menjatuhkan ketenaran kelapa sawit yang menurut pemikiran saya para black campaigner ini pada akhirnya ingin harga sawit sama dengan minyak nabati lainnya sehingga minyak nabati mereka dapat bersaing secara harga dengan minyak kelapa sawit.

Ok kita lanjutkan membahas mengenai kelapa sawit pada seminar tersebut. Dalam seminar tersebut disampaikan bahwa beberapa tahun belakangan ini kelapa sawit dituduh menjadi salah satu faktor degradasi alam terutama perkebunan swadaya sehingga kelapa sawit tidak memiliki daya negosiasi secara vertical maupun secara horizontal. Selain masalah ini, masalah yang menimpa petani kelapa sawit adalah mengenai konflik lahan terutama petani swadaya. Masalah ini terjadi secara vertical yaitu masalah antara petani dengan petani atau petani dengan perusahaan perkebunan, kemudian secara horizontal yaitu berbenturan dengan areal hutan. Masalah ini meyebabkan penjualan di Uni Eropa menjadi masalah kerena negara-negara disana meminta produk kelapa sawit yang bersih dari masalah lingkungan.

Oleh sebab itu maka Indonesia atas permintaan pasar ingin meciptakan (sudah berjalan dari tahun 2011-an) perkebunan yang sustainable. Beberapa NGO juga turut andil dalam hal ini, hasil dari seminat tersebut menunjukkan NGO seperti SETARA, SNV, WWF, JIKALAHARI, WALHI serta SCALE-UP berkontribusi dalam hal ini. Konstribusi yang mereka berikan diantaranya adalah pemetaan realita di lapangan, pemetaan lahan pada beberapa daerah, bantuan dalam menangani masalah sertifikasi, memberikan saran kepada stake holder.

Dari seminar tersebut juga saya baru tahu ternyata APKASINDO mempunyai divisi IT dan Litbang yang bekerja dalam pemetaan dan melakukan riset mendalam mengenai beberapa problem yang dihadapi petani terutama petani swadaya. Menurut bapak Riadi Mustofa, S.E., M.Si (pak Bowo) saat ini terdapat lahan dengna luas wilayah 1.972.699 Ha di Provinsi Riau yang berpotensi konflik secara vertical maupun secara horizontal. Hal ini terjadi karena masyarakat membutuhkan lahan namun peta lahan dan keperuntukkannya kurang jelas sehingga dapat meningkatkan konflik. Seharusnya dengan adanya peta yang real (sah) daoat digunakan untuk assessment dalam mengatasi konflik dan menjadi kepastian hukum. Banyak bantuan yang diberikan pemerintah kepada petani, namun karena lahan yang dikelola oleh masyarakat masuk kedalam wilayah hutan menjadikan msalah bagi masyarakt untuk mendapatkan bantuan tersebut.

Kehadiran BPDP-KS pada seminar tersebut membuka mata para petani yang hadir, diaman BPDP-KS memberikan ketarangan bahwa mereka hadir untuk membantu petani dalam hal bantuan dana untuk untuk riset, pengembangan SDM, promosi perkebunan, advokasi, pengembangan usaha dan lainnya. Dukungan strategis yang sedang dijalankan adalah replanting, peningkatan produksi, pencegahan pembakaran hutan, dan berbagai hal lainnya yang sedang digodog oleh BPDP-KS yang berkonsultasi dengan berbagai pihak terkait.

Info penting lainnya dalam seminar ini adalah info dari Dr. Ermanto Fahamsyah (Akademisi dari IPB) yang menyampaikan bahwa lahan di Indonesia yang sesuai untuk budidaya kelapa sawit adalah 24.878.579 Ha dan belum tergunakan secara maksimal. Perkebunan kelapa sawit mempunyai kelebihan lain, dimana produksi tinggi dan juga nilai tambah yang baik. Selama ini kelapa sawit memiliki tantangan dimana belum menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan sehingga akhir-akhir ini banyak disuarakan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. Indonesia telah menjadi pengekspor kelapa sawit terbesar, namun belum menggunakan perkebunan berkelanjutan. Sehingga pemerintah berinisiatif untuk melakukan ISPO yang dimulai tahun 2011 sampai saat ini. Sampai saat ini sudah 342 perusahaan dan 3 KUD yang mendapat ISPO.
Amin Nugroho dari APKASINDO menyampaikan adanya perbedaan harga jual yang menurun sekitar 400 rupiah dibanding dengan petani mitra, kerugian ini dalam sekala besar berjumlah triliunan. Agar petani tidak mengalami kerugian yang besar tersebut, maka dapat direncanakan pembuatan supermill mini bagi kelompok tani. Sehingga petani langsung menjual CPO ke perusahaan dan mendapat keuntungan yang lebih dibanding saat ini. Namun rencana ini harus dikaji secara matang sehingga tidak merugikan berbagai pihak.

Sebenarnya dalam seminar ini banyak disampaikan uneg-uneg dari petani yang hadir dimana masalah utamanya adalah lahan yang dikelola petani termasuk dalam kawasan hutan, namun permasalahan utamanya adalah pemerintah belum melakukan penetapan kawasan hutan yang jelas sehingga menjadi masalah bagi masyarakat. Kawasan hutan masih menggunakan penetapan lama dan tidak jelasnya tata batas hutan dengan kasawasan lainnya menjadi masalah serius bagi petani swadaya. Selain itu banyaknya NGO yang melakukan black campaign yang berimbasnya kepada kelapa sawit yang menjadi tumpuan mata pencarian masyarakat. Dalam seminar ini banyak pertanyaan masyarakat mengenai penyelesaian masalah mengenai lahan yang digunakan saat ini. Hasil yang diperoleh dari seminar ini yaitu adanya permintaan kerjasama antara beberapa NGO dengan masyarakat dalam melakukan pemetaan dan adanya kerjasama APKSINDO dengan Asuransi Jiwasraya dalam mengasuransikan petani untuk melakukan replanting tanaman kelapa sawit kedepannya. Namun untuk masalah yang lebih besar seperti masalah tata lahan hutan dan sebagainya membutuhkan pertemuan dengan berbagai stake holder.

Mungkin bagi beberapa pihak seminar ini belum atau bahkan tidak memberikan solusi, tapi bagi saya yang pada awalnya belum mengetahui informasi yang ada seperti ini, menjadikan seminar ini sebagai sarana dalam menambah wawasan serta paling tidaknya dapat memberikan informasi bagi petani untuk mencari solusi permasalahan terutama dalam pemetaan wilayah sebagai pegangan untuk melakukan negosiasi dengan pihak yang bermasalah dalam pengelolaan lahan perkebunannya. Selain itu dengan hadirnya berbagai pihak terkait seperti NGO, Perusahaan, Perwakilan BPDP-KS serta pihak lainnya dapat memberikan informasi bahwa permasalah yang dialami oleh petani ternyata beragam, sehingga dapat memberikan masukan dalam membuat keputusan kedepannya.

Sedikit berbagi mateti yang disampaikan oleh pemateri bisa di download disni
mohon tidak disalah gunakan, jadikan bahan untuk menambah pengetahuan. Semoga bermanfaat dan berguna bagi kita semua.